Rabu, 09 Agustus 2017

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Adik-adik ku yang baru saja wisuda SMA. Apa kabar kalaian? Semoga semuanya baik. Adik-adik ku, pasti sebagian kalian dilema dengan pilihan. Ya, begitulah dik, ada yang sudah lulus SNMPTN ada yang masih menunggu hasil, ada yang masih tahap tes sekolah dinas. Adik-adik ku yang lulus SNMPTN dan SBMPTN selamat buat kalain, harus berjuang lebih besar lagi bagaimana bisa keluar lagi dari universitas itu. Ingat! Kita adalah delegasi dari setiap wilayah kita, baik buruk yang kita lakukan itu pasti yang dilihat asal daerah kita, jadi banggakanlah daerah kita. Untuk adik-adik yang masih dilema kuliah dimana, tetapkan pilihan mu, setelah tetapkan jalani dengan serius dan jangan pernah sesali, asal kalian tau adik-adik ku harapan itu tak boleh padam, kuliah negeri atau swasta itu bukan bearti menentukan kualitas dirimu, kuliah dimana pun asalkan diri kita serius semua akan baik. Adik-adik ku Buat yang masih tahap tes sekolah dinas semangat buat kalain, semoga lulus sampai akhir. Tapi ingat dik, lulus tidaknya itu bukan acuan tapi lakukan yang terbaik jangan pernah sia-siakan setiap kesempatan. Ketika suatu saat nanti engkau lulus atau tidak lulus kau tak akan pernah merasakan yang namanya kecewa. 

Baca selengkapnya »

Sabtu, 03 Juni 2017

Untuk yang Dilema

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Adik-adik ku yang baru saja wisuda SMA. Apa kabar kalaian? Semoga semuanya baik. Adik-adik ku, pasti sebagian kalian dilema dengan pilihan. Ya, begitulah dik, ada yang sudah lulus SNMPTN ada yang masih menunggu hasil, ada yang masih tahap tes sekolah dinas. Adik-adik ku yang lulus SNMPTN dan SBMPTN selamat buat kalain, harus berjuang lebih besar lagi bagaimana bisa keluar lagi dari universitas itu. Ingat! Kita adalah delegasi dari setiap wilayah kita, baik buruk yang kita lakukan itu pasti yang dilihat asal daerah kita, jadi banggakanlah daerah kita.
Baca selengkapnya »

Selasa, 21 Maret 2017

Umak

‘ Siapa yang tidak takut dengan kata ‘operasi’. Hampir semua orang takut mendengarkan itu. Ya saya juga takut.’
Hari ini aku lihat wajah Umak semakin putih bersinar, tapi ketakutan di balik wajah Umak masih terlihat. Umak berusaha menyembunyikan ketakutan itu dengan senyum lebar Umak, tapi aku Titin anak mu masih melihat ketakutan itu. Aku tau Umak lebih kuat dari yang Titin pikirkan. Buktinya Umak bisa melewati masa kritis pada bulan Januari 2017. Sungguh itu kekuatan yang luar biasa yang di anugrahkan Allah kepada Umak. Masih terekem di memori ini melihat Umak terbaring kaku dengan selang di di mulut, di hidung serta alat medis lainya yang menempel di tubuh Umak. Kulihat waktu itu dengan tubuh Umak yang kaku dan mata tertutup, mengalir air mata Umak dari sudut mata Umak. Melihat itu air mata ini tak terbendung lagi, aku langsung melangkah kekamar mandi dan mengambil air wudhu untuk menenagkan diri.
Masih ingat sekali saat itu depan ruangan Umak bertuliskan ICU dan ada “Jadwal kunjungan pasien 10.00-11.00 dan 16.00-17.00”. Satu jam berjumpa Umak dalam sehari itu sangat mengobati kehawatiran kami saat itu.
Ini operasi kedua Umak. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuk Umak. Sinar wajahmu takkan padam mak. Melihat wajahmu sunggu mata ingin menagis. Jujur Mak, aku takut. Takut. Tapi dengan ingat Allah membuat ku tenang.

“Sungguh Allah sayang lebih pada Umak, Karena itu Allah pilih Umak”

Sabtu, 04 Juni 2016

Gunakan 20 Detik
Aku tak menyangka, akan terasa ringan setelah kejadian 20 detik itu.
Aku berjalan menuju rak piring, aku ambil piring dan menyongkel beras kemudian aku masukan ke piring yang di pegang tangan kiri ku. Kemudian aku menghamipiri sebuah meja lingkaran dengan diameter 2 meter. Aku duduk dekat bapak yang tengah menikmati hisapan rokoknya. Aku ambil lauk-pauk yang sudah tersedia diatas meja, kemudian aku duduk bersama bapak ku berdua di tempat meja makan. Sambil menikmati makan malam aku sempatkan mengajak bicara bapak ku akan hal kuliah ku. Bapak ku yang asik dengan asapnya dan kopi hitamnya yang baru aku buat. Aku masuk ditengah keasikan bapakku yang mendengarkan ceritaku. “Pak, nilai ku turun.” Kata ku sambil menundukan wajahku, tak berani menatap mata tegas bapak ku. “Seriuslah kuliah tin, tau nya aku setiap aku kirim uang, kau langsung jalan-jalan, ada laporanya” kata bapakku dengan santainya sembari menikmati menyeruput kopi hitamnya. Ditengah bapak ku berkata seperti itu, ntah kenapa air mata ku langsung menetes mengalir di pipi ku. Tak tahan rasanya mendengar nada itu, seolah rasa lelah bapak ku terluapkan malam itu. Aku seorang perempuan yang berusia 20 tahun. Tapi kedewasaan usiaku tak mencerminkan kedewasaan sifatku. Sifatku yang mudah nyaman dengan sesuatu dan mudah terlena dengan sesuatu sehingga membuat ku lalai. Aku lupa dengan tujuan utama ku ke seberang pulau sana. Kenapa tak aku ceritakan ini saat aku masih disana dan saat aku mengalami itu? Itu yang tidak ku miliki. Aku takut dibilang mengeluh akhirnya aku memilih diam. Itu SALAH! Kesalahan ini, cukup saat ini. Dengan niat tegas aku sengaja menuliskan ini, karena aku berharap tak yang melakukan kesalahan ku itu, cukup aku dan cukup sekali!. Subulussalam/5/Juni/2016

Kamis, 21 April 2016

Laksamana Malahayati Grande Dame ( Perempuan yang Agung) : Pahlawan yang terlupakan

Perempuan itu berteriak dengan lantang diatas kapal. Dia Memberikan komando di medan perang. Semangat beraninya membuat Dia Menang.
Malahayati adalah salah satu pejuang yang berasal dari kesultanan Aceh, putri dari Laksamana Mahmud Syah bin Laksamana Muhammad Said Syah. Kakeknya merupakan putra Sultan Salahuddin Syah yang memimpin Aceh pada 1530-1539. Ayahnya adalah seorang laksamana, tak heran jika Malahayati akrab dengan dunia angkatan laut. Selain dari ayahnya, Malahayati mendapat pendidikan akademi militer dan memperdalam ilmu kelautan di Baital Makdis, (pusat pendidikan tentara Aceh). Disana Malahayati bertemu dengan seorang perwira muda yang kemudian menjadi pendamping hidupnya. Dalam suatu perang melawan Portugis di Teluk Haru, armada Aceh sukses menghancurkan Portugis. Tetapi dalam pertempuran tersebut sekitar seribu orang Aceh gugur, termasuk Laksamana yang merupakan suami Malahayati. Dia tak tinggal diam atas kematian suaminya. Malahayati mengumpulkan 2000 pasukan Inong Balee (janda-janda phlawan yang telah tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599. Sekaligus membunuh Cornelis De Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di kapal, dan mendapat gelar Laksamana di keberanianya ini, sehingga Ia lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati.Malahayati memperoleh gelar laksamana pertama di dunia. - See more at: http://www.bin.go.id/wawasan/detil/308/3/18/09/2014/malahayati-admiral-perempuan-pertama-di-dunia#sthash.ja8eaQ7M.dpuf

Rabu, 13 April 2016

Aku Tina

Aku Tina, orang-orang biasanya memaggil ku Tino, karena sifat ku yang agak menyimpang dari kodrat seorang perempuan. Tapi, walaupun sifat ku yang agak pencilan dari yang lain,aku lebih senang berteman dengan orang yang introvert. Teman dekat ku namanya Indah, seindah pribadinya, dia super introvert, sehingga banyak yang bilang dia aneh. Karena sifat anehnya itulah yang membuatku tertarik untuk menjadi teman dekat nya. Mungkin orang-orang mengganggapnya aneh, tapi setelah aku dekat dengan dia, bagiku dia itu unik. Dibalik sifat pendiamnya ternyata dia menyimpan sejuta cerita.
Suatu hari, di tengah terik matahari, disela-sela istirahat jam sekolah aku dan indah duduk di bawah pohon mangga di belakang kelas. Kami menatap awan cerah yang perlahan-lahan berpindah seperti kapas yang ditiup. Ditengah keheningan kami menatap awan, aku langsung menyambar “eh, kalo awan itu negara, negara apa yang ingin kau jelajahi?” tanyaku sambil menatap langit biru. “Aku ingin ke California, Los Angeles di Oxford University” jawabnya dengan mantap sambil menatap awan. Aku pun melihatnya dengan dekat. Mimpinya begitu besar, harapan dan semangatnya turut mengikuti mimpinya. Sungguh, ini memotivasi ku untuk berani bermimpi.
“Tuuuttt tuuutt tuuuuut” suara bel sekolah berbunyi tiga kali yang menandakan masuk kelas. Aku dan Indah langsung menuju kelas. Dengan berjalanya waktu Aku dan Indah mengikuti kelas dengan lancar hari ini, tak seperti biasanya. Biasanya aku dan Indah kalau lagi mood sekolah jelek suka cabut dan nongkrong di taman favorit kami yang tidak jauh dari sekolah.
Sepulang sekolah aku dan Indah selalu singgah dulu ke sungai yang mengalir di tengah-tengah desa kami. Sungai itu kami jadikan saksi curhatan kami. Sungai itu pula penyejuk lelah kami pulang sekolah. Tapi, disungai ini juga mengingatkan ku pada seorang sahabat kecil ku yang sangat menyukai sungai ini, tapi kini dia sudah pindah kota, bahkan berbeda pulau. Sudahlah, ini saat nya aku dan Indah menikmati sungai ini.
Matahari sudah mulai pekat, aku dan Indah langsung jalan menuju rumah. Sembari jalan aku punya ide untuk isengin dia. “aaaaa, Tinaaaaa” teriak nya saat dia sudah masuk parit karena dorongan bahu kiri ku. Aku pun langsung lari sambil tertawa. Perut ku terasa sakit karena kebanyakan tertawa mengingat ekspresi polosnya saat jatuh. Tampaknya Indah tidak ingin berdamai, kami berjalan jauh-jauhan. Tampak wajah Indah ingin balas dendam, dan aku pun meledekinya. “Indah, aku udah sampai rumah, hati-hati ya pulang liat –liat parit” teriakku sembari cengingisan.
“Adduuuhhh, telat lagi ni”. Aku berlari kecil menuju sekolah, tampak dari kejauhan sudah ada wanita cantik yang ingin menyambut pagi ku. “Pagi buk”sapa ku ramah. “sudah langganan ya Tina” jawabnya sambil senyum tipis. “ayok ikut ibu”. Belum juga aku dan Ibu Rizka menuju kantor, datang seorang wanita yang sangat aku kenali. “Pagi bu” sapanya. “ehhh, Indah. Ikut-ikutan telat lah” sapa ibu Rizka. Kami bertiga menuju kantor untuk mengisi buku hitam. Kami tidak diijinkan masuk kelas selama satu jam. “Ini, kalian penuhin itu, harus!”perintah ibu Rizka sembari menyodorkan tong sampah yang lumayan besar. “gimana cara menuhinya Na, sekolah kita udah bersih gini”. ”Aku tau,ayo ikut aku”. Kami langsung menuju pojok sekolah tempat kumpulan sampah, kami langsung memasukan sampah dengan cepat. “Ini buk, udah penuh”. Ibu tina seperti tidak percaya. “Yaudah kalian masuk kelas” jawabnya pelan.
Kami berlari menuju kelas, sambil tertawa melihat polosnya ibu Rizka. Masalah tidak hanya sampai di kantor. Sampai di kelas kami disambut lagi bapak yang ter killer di sekolah. Kumisnya naik turun melihat kami telat seklai mengikuti mata pelajaranya. Kali ini kami lebih milih diam sampai akhirnya pak Kumis mengasihani kami dan mengijinkan kami duduk. Itulah kelemahan pak Kumis, tak bisa melihat wajah kasian, seseram apapun beliau, beliau memiliki hati yang lebih besar.
“Wahhh, PR kita banyak dah”. “Selau, mau ngerjain bareng?”. Aku tau kalau hal akademik Indah jago nya. Apalagi uiian sudah dekat, 24 jam aku stay dirumah Indah.
“Indah, aku mau ikut Ekskul Basket ni” kata ku sambil tersenyum melihat mata Indah. “Ide bagus tu” kata Indah jawabnya semangat. “Kawani aku daftar yok di depan kantin ada stand nya”. “Ayok Na”. “Motivasi kamu ikut basket apaan Na? Tanya Indah . “Ini sudah hobi ku sejak masih kecil, sampai aku ingin bawa nama provinsi kita. “Wahhh,cita-cita yang bagus” jawab Indah sembari menyedot ice nya. “Oh iya Ndah, kamu duluan kekelas ya, aku mau kumpul bentar depan kantor, soalnya ada yang mau diumumkan tentang jadwal latihan basket”. “Okeyy”. Selesai kumpul, aku jalan lebih cepat menuju kelas ingin mengabarkan berita gembira. “Indaaahh, pelatih basket ku Coach Ian” teriaku sambil memeluk dia yang tengah membaca buku Sains. “Terus?” jawabnya polos. “ehhh kamu, dia itu pemain basket di Sumatra Utara”. Indah pun terlihat biasa saja, karena memang dia kurang tau hal itu.
Kulihat pagi itu Indah tengah duduk di kelas sembari menulis, aku tak tau apa yang di tulisnya. Tapi begitu aku menyamperinya dia langsung memasukan buku tulisnya yang unik itu kedalam tasnya. Tak ku hiraukan. “Indah, aku engga telat lek”. “Na, sudah seminggu ya kita engga ke sungai itu lagi” tampak wajah Indah seperti kangen sesuatu. “Indah, maafkan aku Ndah. Belum bisa main bareng lagi pas pulang sekolah” jawabku sambil meluk dia. “Engga apa-apa kok, oh iya basket mu gimana?” jawabnya sambil menyembunyikan perasaan kangen nya. Aku pun cerita panjang lebar mengenai teman baru ku di basket, mengenai pelatih ku dan kebodohan-kebodohan ku saat latihan. “Oh iya, nantik sore aku ada seleksi untuk POPDA (Pekan Olahraga Daerah) Subulussalam”. “Serius, semangat ya Na. Ingat harapan mu saat ikut basket” jawabnya sambil memegang bahu ku. “Makasih Ndah, kamu mau ikut nonton seleksi nanti sore?”. “Ahh engga dulu Na” jawabnya pelan. “Aku lapar Ndah, kantin yuk”.”Bentar lagi masuk, tapi engga apa lah, ayukk. Dari pada kamu mati kelaparan” jawabnya nyenggir.
“Indaaahh, teriakku dari gerbang sekolah menuju kelas. “Aku diterima mengikuti POPDA” kata ku sambil peluk Indah. “Alhamdulillah”. “Mulai besok kami di karantina selama dua minggu untuk persiapan POPDA, aku dapat dispensasi dari sekolah” jawabku sambil menunjukan kertas yang kudapat dari Ekskul basket. “Alhamdulillah, ayuk makan merayakan ini” jawab Indah.”Nantik pas pulang sekolah ke sungai kita yuk”. “seriusan? Kamu engga telat latihan nantik?”. “engga apa-apa kok kalau sesekali, kangen kita yang dulu Ndah” jawabku sambil meluk Indah.
Sudah hampir dua minggu aku di karantina tidak sekolah, tidak ada kabar dari Indah. Setiap kali aku menghubungi ponselnya , selalu saja tidak aktif. Terkadang aku suka kesal sendiri, padahal aku ingin curhat dan tau kabarnya. Esok hari terakhir ku karantina, pulang dari sini sebelum berangkat ke Banda Aceh untuk lomba aku harus ke rumahnya.
Latihan selesai, kami diberi arahan kepala bidang olahraga subulussalam dan sedikit motivasi untuk bangga membawa nama kota subulussalam. Tapi pikiran ku sore itu ingin pulang dan bertemu Indah. Ntah kenapa perasaan ku kurang enak sore itu. Aku ingin bertemu Indah.
“Indaaaahhh,indaahhh, indaaahh” . Tak ada balasan dari rumah. Aku duduk di teras sambil masang wajah muram. “Na, kamu cari Indah?” kata seorang ibu tetangganya. “Iya buk” kata ku sambil nganggukan kepala. “Sudah seminggu rumahnya kosong, kata ibu nya sih pindah rumah di Pidie”. Saat dengar jawaban itu, ingin rasanya aku berlari menuju sungai. Ini kedua kalinya aku ditinggalkan sahabat ku begitu saja, tanpa pamit.
“Indaaahhhhh, kau jahat” teriaku sambil melempar kerikil ke sungai. Engga tau apa yang kurasakan sore itu. Langit sudah mulai gelap akhirnya aku memilih pulang untuk packing. “Kesedihan hari ini untuk hari ini saja” bisiku dalam hati sambil menghapus air yang mengalir disudut mataku. Besok aku harus berangkat Banda Aceh untuk POPDA basket.
Di sela kesibukan ku saat packing, Mia datang ke rumah, teman sekelas aku dan Indah. “Ada apa mi?” tanyaku. “Ini ada titipan Indah” jawab mia. Aku lihat itu adalah buku yang selalu dia sembunyikan dari ku, dan selembar kertas. “Oh, maksih ya mi”. “Titipanya ini udah lama lo Na, seminggu yang lalu sebelum dia pindah dari kota ini”. “Serius? Terima kasih ya” jawabku pelan.
Tina, sahabat tersayang Sudah hampir setahun kita menjalani persahabatan ini. Aku tak tau alasan mu menjadikan aku sahabat mu. Yang ku tau kamu itu seorang Tina yang tak pilih-pilih orang untuk jadikan sahabat. Riang mu membuat sedih ku tertutup. Mungkin saat pertama kali kamu lihat aku, kamu merasa aneh, lihat sifat ku yang introvert. Tapi di kekurangan ku itu kau mencoba untuk menutupi itu dan menjadikan aku seolah manusia yang terlahir kembali. Aku tau, kau akan marah pada ku karena kepergian ku ini. Mungkin untuk baca surat ini saja kamu malas Na. Tapi satu hal yang harus kamu tau Aku sayang kamu Na, tidak ada niat sedikitpun untuk meninggalkan mu sendirian menikmati sungai kita. Tapi Tuhan berkehendak lain. Na, ingat harapan mu ya. Ingat cita-cita tegas mu. Membawa nama Provinsi Aceh. 
Dear Indah yang selalu mendoakan mu dalam sujud ku.
“Tuhan berkehendak lain? Maksudnya apa ya?”. Perlahan-lahan aku membuka buku diary nya Indah. Kubaca perlahan-lahan bukunya. “Astaghfirullah Indaaahh, kanker otak?” isakku sambil membaca halaman demi halaman. Air mata ku pun terus mengalir malam itu. Apa gunanya aku sebagai sahabat, bahkan yang kamu alami pun aku tak tau. Begitu jahat nya aku, aku yang sibuk dengan dunia ku sampai tak tau kamu butuh seorang sahabat saat itu.
“ Iya Ndah, aku akan bawa nama provinsi kita. Ini janjiku!” bisikku dalam hati sambil memeluk diary nya Indah.
Pagi yang mendung, semendung hatiku. Tepat pukul 09.00 kami tim POPDA basket subulussalam berangkat menuju banda aceh. Sepanjang perjalanan aku melihat kekaca jendela mobil yang tampak berembun karena perjalanan kami pagi ini ditemani gerimis. Pagi berubah siang, siang berubah malam. Tampak satu bis terlelap disaat malam. Berbeda dengan ku, aku masih ingin melihat senyum Indah, aku ingin bermain sungai dengannya.
Pagi yang cerah setelah hujan semalaman. Ya, hari ini waktu ku untuk menjadikan harapanku nyata. Bis Kota subulussalam tiba di lapangan basket GOR Harapan Bangsa. Aku turun terakhir. Perlahan-lahan tim kami tiba di tempat yang sudah disediakan. Terlihat lawan kami sudah melakukan pemanasan. Pagi ini adalah keburuntungan kita. “Basketball subulussalam sada kata” teriaku sebagai leader. “Bisa!” jawab kami dengan serentak dan tegas. Perandingan pagi ini terasa melelahkan bagi ku, skor kami berdekatan hanya beda satu. “Puiiittt puittt puiiitt” bunyi pluit yang bertanda istirahat quarter ketiga.
“Tina” teriak dari tempat penonton. Spontan aku melihat, sambil menghapus keringat ku. Suara nya tak asing. Kulihat sebelah penonton, seserang yang tak asing bagi ku, tapi tampilanya terlihat aneh. “Indah”teriakku. Spontan aku langsung mendekatinya. Indah terlihat pucat, kepalanya berbalutkan kain dan duduk terlunglai di kursi roda. “ehh,tante om” sapa ku. “Indah” sambil memeluk Indah erat. “Kok kamu bisa disini?”. “Iyalah, jagoan ku main basket, aku pengen lihat lah”. “ah, kamu Ndah”jawabku sambil memeluknya. Tante dan Om pun tersenyum melihat tingkah ku yang seperti melepas kerinduan. “Tina, main” panggil kawan ku. “Tina, lakukan yang terbaik!” pesan Indah yang singkat sambil memegang tangan kanan ku. Akupun jelan mundur menuju lapangan basket sambil memberikan senyuman termanis ku. Aku dan tim ku bermain habis-habisan di lima menit terakhir ini. Skor sama. Membuat kami semkin panik. Di menit terkhir aku sebagai getball mengatur bola dan tim ku, aku tribble bola ke kanan dan ke kiri melihat tempat kosong, tak ada celah pikirku, aku pun memberi kode ke forward kanan untuk keluar, spontan musuhpun ikuti forward keluar, aku pun terobos masuk sambil lay-up , saat aku lay-up center lawan ku langsung hands-up menggangkat tangan keatas, saat aku ingin mengantar bola ke ring spontan hidung ku kenak tangan center lawan. Aku pun langsung mengantar bola sambil menutup mata. Perih yang kurasakan membuat ku tersungkur. Bola terus memutar di pinggiran ring, dan bunyi peluittt terdengar. “Poin” teriak tim ku. Aku hanya bisa mendengarkan. Karna aku memgang hidung ku yang sakit. Akupun langsung di bawa ke tempat medis.
Sesampainya di ruang medis, aku teringat Indah. Aku minta ke dokter untuk bisa keluar, dan dia mengijinkan. Kulihat lapangan sudah sepi. Indah tak terlihat lagi. Aku sedikit murung saat kembali ke perkumpulan tim ku. Semua bertanya-tanya tapi aku hanya membalas dengan senyum tipis. Berkat niat yang tegas, kami masuk Final. Ini lah penentuan juara 1 dan juara 2. Lapangan tampak ramai dan di penuhi supporter dari tuan rumah yaitu Banda Aceh. Masih berbekas bagiku kata-kata dari Indah di pertandingan pertama ku. “lakukan yang terbaik”. Sembari mengerat tali sepatu aku dengar ada yang memanggil ku dari sudut lapangan basket.
“Tante dan Om, Indah dimana?” Tanya ku heran. “Maaf Indah tidak bisa datang, ini ada pesan untuk mu”. Kubuka pesan dari kertas putih yang bertuliskan. “Lakukan yang terbaik!” pesan singkat nya membuat ku menitiskan air mata. Nanti setelah selesai pertandingan Indah minta bertemu dengan mu, dia berpesan bawa mendali nya saat bertemu dia. Aku menggangguk pelan.
Lakukan yang terbaik. Lakukan yang terbaik. Lakukan yang terbaik. Bisik ku pelan untuk membangkitkan semangat ku pagi ini. “Subulussalam sada kata” teriaku. “Bisa!”. Aku minta ke pelatih untuk tidak main di quarter pertama. Dan permintaan ku itu di penuhi. Saat aku memperhatikan permaianan lawan di quarter pertama, setelah aku paham solusi untuk menyerang yang efektif, belum juga selesai quarter pertama, aku minta ke pelatih untuk main. Aku main dengan pola 1 2 3 yang pernah di ajarkan couch Ian. Poin kami jauh lebih unggul dari lawan. Saat istirahat quarter keempat, aku meminta kepada pelatih ku, kami memakai sistem man to man. Pelatih ku pun heran. “kenapa? Kalian masih unggul, jadi selau saja Na” jawab pelatih ku. “Tapi, aku ingin lakukan terbaik!”. “Terserah kamu Na. Di quarter terakhir aku serahkan ke kamu sebagai leader”. Aku pun langsung briefing tim ku. “Kita man to man, jangan ada yang lewat!”. Tim ku tampak antusias dan di quarter terakhir ini, ini sungguh pertandingan yang menyenangkan bagi kami. “Puiiit puiittt puittt” bunyi pluit berarti pertandingan selesai. “Kita juara!” teriak kepala olahraga subulussalam. Aku duduk sambil menghapus keringat di kening ku dan beranjak pamit ke pelatih ku untuk pergi sebentar. “Nanti aku langsung ke penginapan datang, tidak usah dicari couch” bisiku ke couch Ian.
“Tante, ayo ketemu Indah”. Selama di perjalanan aku merasa aneh sendiri, melihat Tante dan Om wajahnya murung. “Om, kita ketemu Indahnya dimana?”. “Dirumah sakit Dr.Zainal Abidin” jawab Tante murung. “Indah, sakit lagi Tante?”. Tante menggangguk pelan. “Ini permintaan Indah untuk membawa mu ke rumah sakit Na”. Sejenak aku menangis sambil melihat mendali emas di leher ku.
Tibalah kami di rumah sakit Dr. Zainal Abidin. Kaki ku sedikit gemetar untuk memasuki kamar Indah. Aku takut tidak bisa menahan tangis ini didepanya. Aku tau Indah tidak suka dengan kesedihan. Aku hapus air mata ku, tapi begitu aku masuk melihat kondisi Indah yang seperti itu, aku tak berdaya menahan tangis, aku hampiri dia. Dia pun terbangun dari tidurnya. Terlihat jarum yang menusuk tanganya, selang yang ada di mulutnya, membuat Indah sedikit sulit berbicara. “Indah” kataku sambil memegang tangan nya yang tertusuk jarum. “Tina, jangan nangis” katanya sambil tersenyum. “Indah, ini emas kita” kataku sambil mengalungkan mendali ke lehernya. “Tina, aku sayang kamu” jawabnya sedikit kesulitan. Aku hanya menggangguk pelan sambil mencium keningnya. Saat aku mencium keningnya, spontan dia merasakan perih dan semua tampak panik. “Dokter dokter” teriak Tante. Kami disuruh keluar oleh dokter. Air mata k uterus mengalir sembari menunggu dokter keluar.
“Maaf bu, anak ibu tidak bisa kami selamatkan” kata dokter. Spontan Tante terduduk lemas. Aku pun langsung memeluk Tante. Aku ikut menggantar Indah ke pemakaman di Pidie. Sejenak aku ke karantina kami untuk pamit ke couch Ian dan tim ku, kalau aku tidak bisa ikut pulang ke subulussalam dengan mereka. Aku pun menjelaskan kejadian yang ada. “Yang sabar ya Na. Oh iya, tadi pak Iswanil dari PERBASI (Persatuan Basket Se Indonesia) Aceh menelpon aku, dia ingin Kamu ikut PORDA (Pekan Olahraga Remaja Daerah) di Sumatra Barat mewakili provinsi Aceh”. “Oh,makasih couch” jawab ku santai. Aku pun berpamitan dengan tim ku dan couch ku. Aku langsung pergi bareng Tante dan Om ke Pidie untuk pemakaman Indah.
Apa arti sahabat menurut kalian?. Bagi ku sahabat itu rumah kedua setelah keluarga.
Rabu, 13 April 2016
11.07 WIB
@sekretariat Astacala.
Jl.Telekomunikasi. Tr.Buah Batu. Bandung. Jawa Barat

Rabu, 23 Maret 2016

gua arca